Rabu, 09 Desember 2015

Praktikum Pekan 3 – Kelompok 4 – Uji Beton 7 Hari dan Uji Tarik Baja  – Raka Firmansyah

Tujuan Praktikum
Tujuan  ini bertujuan untuk mengetahui hasil pengujian beton yang telah dibuat dalam 7 hari. Selain itu tujuan lainnya juga adalah untuk mengetahui perilaku baja saat dilakukan uji tarik.
Adapun tujuan dari praktikum uji tarik baja adalah :
1.      Mengetahui cara atau metode dan alat alat yang digunakan untuk pengujian kuat tarik sebuah baja
2.      Mengetahui cara untuk mengoperasikan alat uji tarik yang digunakan ( Universal Testing Machin, UTM )
3.      Mengetahui perhitungan nilai – nilai property mekanik dari baja, seperti Modulus Young, tegangan leleh, kuat tarik, dan lain - lain
4.      Mengetahui cara pembacaan tegangan dan regangan dengan menggunakan strain gauge


Narasi Keberjalanan Praktikum Uji Tekan Beton

Praktikum ini dimulai tepat pukul 10.00 WIB. Di awal praktikum, dilakukan sebuah tes awal tentang materi yang akan dipraktikumkan. Tes awal berlangsung dalam 15 menit. Materi yang dijadikan bahan untuk tes awal adalah materi mengenai uji tekan beton dan uji tarik baja.
Prosedur pengujian tekan beton dapat dilakukan dengan mengikuti standar ASTM C31 atau C92.Pengujian kuat tekan beton dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
1.      Praktikum mengambil benda uji dari tempat perawatan.
2.      Lalu meletakkan benda uji pada mesin tekan (mesin penguji) secara sentris.
3.      Praktikan menjalankan mesin uji tekan. Tekanan harus ditambahan berangsur-angsur dengan kecepatan berkisar 4 kg/cm2 sampai dengan 6 kg/cm2 per detik.
4.      Lalu dilakukan pembebanan hingga benda uji hancur dan catatlah beban maksimum hingga benda uji hancur yang diberikan selama pemeriksaan kuat tekan benda uji.
5.      langkah 1 sampai dengan 4 sesuai jumlah benda uji yang akan ditentukan kuat tekan karakteristiknya.
 Hasil Praktikum

Tabel Hasil Uji Tekan Beton
No.
Tanggal Cor
Tanggal Tes
Umur (Hari)
Berat (kg)
Slump (cm)
Luas Bidang Tekan (cm2)
Beban Maks (ton)
Ob (kg/cm2)
1
05/11/2015
12/11/2015
7
12,10
11,2
176,625
16,50
93,418

2
05/11/2015
12/11/2015
7
11,92
11,2
176,625
17,00
96,249



Catatan :
·         Luas penampang didapat dari dimensi benda uji silinder berdiameter 15 cm dengan tinggi 30 cm.

Perhitungan
Beton dengan mutu K-250 menyatakan kekuatan tekan karakteristik minimum adalah 250 kg/cm2 pada umur beton 28 hari, dengan menggunakan kubus beton ukuran 15x15x15 cm. Mengacu pada PBI 71 yang merujuk pada standar eropa lama.
Beton dengan mutu fc' 25 menyatakan kekuatan tekan minimum adalah 25 MPa pada umur beton 28 hari, dengan menggunakan silinder beton diameter 15 cm, tinggi 30 cm. Mengacu pada standar SNI 03-2847-2002 yang merujuk pada ACI (American Concrete Institute). 1 MPa = 100/9,81 kg/cm2.

Tabel  Perbandingan Kuat Tekan Beton pada Berbagai Benda Uji
Benda Uji
Perbandingan Kuat Tekan
Kubus 15cm x 15cm x 15cm
1,00
Kubus 20cm x 20cm x 20cm
0,95
Silinder diameter 15cm tinggi 30cm
0,83


·         Konversi Nilai K-250 ke Nilai fc'
K-250 : 250 kg/cm2 (kubus 15cm x 15 cm x 15cm)
Konversi ke silinder 15cm x 30cm :
Konversi satuan ke Mpa :
Sehingga kekuatan beton yang diharapkan pada usia 28 hari adalah 20,36 Mpa.
·         Kekuatan Beton Uji
Kekuatan Tekan Beton =  (kg/ cm2)
Dengan keterangan sebagai berikut:
F          : Beban maksimum (kg)                                      
A         : Luas penampang benda uji (cm2)

 


·         Prediksi Kuat Tekan Beton Usia 28 Hari
Tabel Tabel Konversi Kuat Tekan Beton
Umur beton
(hari)
Perbandingan Kuat Tekan
3
0.46
7
0.65



Narasi Keberjalanan Praktikum Uji Tarik Baja

Karena dilakukan dalam satu hari bersamaan dengan uji tekan beton, maka keberjalanan praktikum seperti tes awal dan semacamnya adalah sama. Praktikum ini dimulai tepat pukul 10.00 WIB. Di awal praktikum, dilakukan sebuah tes awal tentang materi yang akan dipraktikumkan. Tes awal berlangsung dalam 15 menit. Materi yang dijadikan bahan untuk tes awal adalah materi mengenai uji tekan beton dan uji tarik baja.
Berikut merupakan prosedur kerja uji tarik baja.
1.         Persiapan benda uji
           Praktikan memberi nomor atau nama setiap benda uji
           Praktikan mengukur diameter dan panjang dari masing - masing benda uji
2.         Persiapan alat
           Lalu dilakukan pengecekan semua alat yang akan digunakan
           Lalu dilakukan kalibrasi alat
3.         Pemasangan benda uji ke mesin UTM ( sumbu dan alat penjepit harus berhimpit dengan sumbu benda uji ) dan pemasangan alat ukur.
4.         Pelaksanaan pengujian
           Tarik benda uji dengan pertambahan beban yang konstan sampai benda uji putus. Catat dan amatilah besarnya perpanjangan yang terjadi setiap penambahan beban.
           Amatilah secara visual perilaku benda uji
           Setelah putus, ukurlah diameter penampang pada daerah putus dan ukurlah panjang  akhir dari benda uji.


Hasil Praktikum

Berikut adalah data pengukuran baja sebelum pengamatan dimulai.

Tabel 6.1 Data Pengukuran Baja
No
Benda Uji
Diameter Aktual (mm)
Luas Penampang ()
Massa (gram)
Panjang Awal / Lo (mm)
Panjang Awal Total (cm)
1
Polos D 8 Panjang
8.360
54.86334
195
152
49.5
2
Polos D 8 Pendek
8.040
50.74366
155
100
39
3
Polos D 10
9.810
75.54534
245
100
40.3
4
Polos D 12
11.790
109.11822
342
100
39.1
5
Ulir D 10 Panjang
9.912
77.11747
299
152
49.4
6
Ulir D 10 Pendek
9.944
77.62396
244
100
40.05
7
Ulir D 13
12.740
127.41147
397
99
39.7
8
Ulir D 16
15.469
187.83340
572
100
38.8

Untuk menentukan diameter dari baja ulir, digunakan rumus :

            6.4.2 Pengujian Baja
                     Grafik yang didapat dari pencetakan mesin UTM adalah grafik antara beban (Kg) terhadap deformasi alat yang terjadi. Agar memudahkan perhitungan selanjutnya untuk mencari tegangan,  maka digunakan rumus:

Dengan gravitasi = 9.8 m/

  6.4.2.1 Baja Polos
·         Baja Polos D 8 Panjang

Tabel 6.2 Hasil Pengujian Baja Polos D 8 Panjang
Baja Polos D 8 Panjang
Massa (Kg)
Deformasi Alat (mm)
0
0
800
0.07
950
0.1
1000
0.12
1100
0.15
1400
0.275
1475
0.35
1500
0.4
1550
0.5
1575
0.85
1600
1.3
1625
1.4
1650
1.55
1750
1.8
1900
2.3
2025
3
2100
3.6
2200
4.3
2250
5.3
2300
6.2
2350
7.7
2355
9.1
2360
9.3
2200
9.6
1900
9.8
1750
9.85
1625
9.97
1425
10
0
10.1
                                               
            Tabel 6.2 adalah tabel hasil pengujian baja polos berdiameter 8,36 mm dengan panjang awal 15,2 cm. Tabel tersebut adalah angka hasil digitasi dari grafik yang dihasilkan oleh mesin UTM. Adapun grafik hasil proses digitasi dari baja jenis ini direpresentasikan oleh Grafik 6.1 berikut ini.

Grafik 6.1 Deformasi Alat vs. Beban Baja Polos D 8 Panjang

Grafik 6.1 tersebut menunjukkan hubungan antara deformasi alat dengan beban pada saat pengujian baja berdiameter 8,36 mm dengan panjang 15,2 cm. Grafik tersebut juga menunjukkan letak titik luluh, titik putus, daerah elastis, maupun daerah plastis dari baja tersebut.




·         Baja Polos D 8 Pendek

Tabel 6.3 Hasil Pengujian Baja Polos D 8 Pendek
Baja Polos D 8 Pendek
Massa (Kg)
Deformasi Alat (mm)
0
0
225
0.05
250
0.1
350
0.2
500
0.25
750
0.4
1000
0.5
1250
0.6
1500
0.65
1550
0.7
1575
0.8
1585
0.95
1600
1.4
1625
1.7
1700
1.8
1800
2.2
2000
2.9
2200
4.4
2300
5.8
2350
7.6
2375
9
2300
9.1
2000
9.3
1800
9.4
1700
9.45
1600
9.55
1500
9.6
0
9.7

Tabel 6.3 adalah tabel hasil pengujian baja polos berdiameter 8,04 mm dengan panjang awal 10 cm. Tabel tersebut adalah angka hasil digitasi dari grafik yang dihasilkan oleh mesin UTM. Adapun grafik hasil proses digitasi dari baja jenis ini direpresentasikan oleh Grafik 6.2 berikut ini.

Grafik 6.2 Deformasi Alat vs Beban Baja Polos D 8 Pendek

Grafik 6.2 tersebut menunjukkan hubungan antara deformasi alat dengan beban pada saat pengujian baja berdiameter 8,04 mm dengan panjang 10 cm. Grafik tersebut juga menunjukkan letak titik luluh, titik putus, daerah elastis, maupun daerah plastis dari baja tersebut.




·         Baja Polos D 10

Tabel 6.4 Hasil Pengujian Baja Polos D 10
Baja Polos D 10
Massa (Kg)
Deformasi Alat (mm)
0
0
500
0.05
800
0.1
1000
0.2
1400
0.35
1850
0.5
2150
0.6
2300
0.7
2350
0.9
2400
1.2
2450
1.5
2850
2.3
3300
3.9
3550
6
3600
8.2
3625
9.3
3500
9.6
2850
9.9
2650
10
2400
10.3
2250
10.4
0
10.5

Tabel 6.4 adalah tabel hasil pengujian baja polos berdiameter 9,81 mm dengan panjang awal 10 cm. Tabel tersebut adalah angka hasil digitasi dari grafik yang dihasilkan oleh mesin UTM. Adapun grafik hasil proses digitasi dari baja jenis ini direpresentasikan oleh Grafik 6.3 berikut ini.

Grafik 6.3 Deformasi Alat vs Beban Baja Polos D 10

Grafik 6.1 tersebut menunjukkan hubungan antara deformasi alat dengan beban pada saat pengujian baja berdiameter 9,81 mm dengan panjang 10 cm. Grafik tersebut juga menunjukkan letak titik luluh, titik putus, daerah elastis, maupun daerah plastis dari baja tersebut.

·         Baja Polos D 12

Tabel 6.5 Hasil Pengujian Baja Polos D 12
Baja Polos D 12
Massa (Kg)
Deformasi Alat (mm)
0
0
350
0.05
600
0.1
900
0.25
1200
0.35
1700
0.5
2000
0.55
2800
0.7
3500
0.8
3900
0.9
4100
1.2
4300
1.6
4425
1.85
4450
2
4600
2.3
5100
3.1
5600
4.9
5900
6.9
6100
9
6125
11.4
5900
11.6
5600
11.8
5000
12.05
4800
12.1
4600
12.2
4300
12.4
4000
12.6
0
12.8

Tabel 6.5 adalah tabel hasil pengujian baja polos berdiameter 11,79  mm dengan panjang awal 10 cm. Tabel tersebut adalah angka hasil digitasi dari grafik yang dihasilkan oleh mesin UTM. Adapun grafik hasil proses digitasi dari baja jenis ini direpresentasikan oleh Grafik 6.4 berikut ini.

Grafik 6.4 Deformasi Alat vs Beban Baja Polos D 12

Grafik 6.4 tersebut menunjukkan hubungan antara deformasi alat dengan beban pada saat pengujian baja berdiameter 11,79 mm dengan panjang 10 cm. Grafik tersebut juga menunjukkan letak titik luluh, titik putus, daerah elastis, maupun daerah plastis dari baja tersebut.

·         Keseluruhan Baja Polos
Grafik 6.5 Deformasi Alat vs Beban Baja Polos

            Grafik 6.5 menunjukkan hubungan antara deformasi alat dan beban dari masing - masing baja polos yang diuji. Dengan jenis yang sama, baja yang memiliki diameter lebih besar akan memiliki  tegangan yang lebih besar pula dibandingkan baja yang memiliki diameter lebih kecil. Hal ini dikarenakan tegangan berbanding lurus dengan besarnya beban.

6.4.2.2 Baja Ulir
·         Baja Ulir D 10 Panjang

Tabel 6.6 Hasil Pengujian Baja Ulir D 10 Panjang
Ulir D 10 Panjang
Massa (Kg)
Deformasi Alat (mm)
0
0
1200
0.03
1400
0.05
1900
0.2
2000
0.22
2100
0.25
2300
0.3
2700
0.35
2850
0.4
2875
0.5
2900
1.1
2950
1.2
3000
1.25
3250
1.6
3600
2.2
3800
2.7
3850
2.9
3900
3.2
3975
3.5
4000
5.8
3900
5.9
3500
6.15
3350
6.2
0
6.3

Tabel 6.6 adalah tabel hasil pengujian baja polos berdiameter 9,91 mm dengan panjang awal 15,2 cm. Tabel tersebut adalah angka hasil digitasi dari grafik yang dihasilkan oleh mesin UTM. Adapun grafik hasil proses digitasi dari baja jenis ini direpresentasikan oleh Grafik 6.6 berikut ini.
Grafik 6.6 Deformasi Alat vs Beban Baja Ulir D 10 Panjang

Grafik 6.6 tersebut menunjukkan hubungan antara deformasi alat dengan beban pada saat pengujian baja berdiameter 9,91 mm dengan panjang 15,2 cm. Grafik tersebut juga menunjukkan letak titik luluh, titik putus, daerah elastis, maupun daerah plastis dari baja tersebut.

·         Baja Ulir 10 Pendek
Tabel 6.7 Hasil Pengujian Baja Ulir D 10 Pendek
Baja Ulir D 10 Pendek
Massa (Kg)
Deformasi Alat (mm)
0
0
400
0.025
450
0.05
500
0.1
950
0.4
1050
0.475
1500
0.65
2000
0.775
2150
0.8
2500
0.95
3000
1.075
3500
1.2
3800
1.3
3900
1.5
3950
1.8
4650
2.9
4850
3.6
4825
6.8
4400
7
4075
7.3
0
7.5

Tabel 6.7 adalah tabel hasil pengujian baja polos berdiameter 9,94 mm dengan panjang awal 10 cm. Tabel tersebut adalah angka hasil digitasi dari grafik yang dihasilkan oleh mesin UTM. Adapun grafik hasil proses digitasi dari baja jenis ini direpresentasikan oleh Grafik 6.7 berikut ini.

Grafik 6.7 Deformasi Alat vs Beban Baja Ulir D 10 Pendek

Grafik 6.7 tersebut menunjukkan hubungan antara deformasi alat dengan beban pada saat pengujian baja berdiameter 9,94 mm dengan panjang 10 cm. Grafik tersebut juga menunjukkan letak titik luluh, titik putus, daerah elastis, maupun daerah plastis dari baja tersebut.

·         Baja Ulir D 13
Tabel 6.8 Hasil Pengujian Baja Ulir D 13
Baja Ulir D 13
Massa (Kg)
Deformasi Alat (mm)
0
0
250
0.05
600
0.3
1000
0.55
1500
0.8
2000
0.975
2500
1.1
3000
1.225
3500
1.35
4000
1.45
4500
1.575
5000
1.7
5500
1.775
6000
1.9
6500
2
6600
2.35
7000
2.7
7500
3.4
8000
4.4
8250
5.3
8400
7.4
7500
7.9
6400
8.2
5350
8.4
4900
8.6
4700
8.7
4400
8.75
0
8.85

Tabel 6.8 adalah tabel hasil pengujian baja polos berdiameter 12,74 mm dengan panjang awal 9,9 cm. Tabel tersebut adalah angka hasil digitasi dari grafik yang dihasilkan oleh mesin UTM. Adapun grafik hasil proses digitasi dari baja jenis ini direpresentasikan oleh Grafik 6.8 berikut ini.

Grafik 6.8 Deformasi Alat vs Beban Baja Ulir D 13

Grafik 6.1 tersebut menunjukkan hubungan antara deformasi alat dengan beban pada saat pengujian baja berdiameter 12,74 mm dengan panjang 15,2 cm. Grafik tersebut juga menunjukkan letak titik luluh, titik putus, daerah elastis, maupun daerah plastis dari baja tersebut.

·         Baja Ulir D 16
Tabel 6.9 Hasil Pengujian Baja Ulir D 16
Baja Ulir D 16
Massa (Kg)
Deformasi Alat (mm)
0
0
250
0.1
375
0.4
750
0.7
1000
0.9
1500
1.1
2000
1.3
2500
1.45
3000
1.6
3750
1.8
4250
1.9
5000
2.05
6000
2.2
7250
2.4
8500
2.55
8625
3.05
9250
3.5
10125
4.6
10750
5.6
10875
6.4
10937
7.3
11000
9
10937
9.1
10750
9.5
10250
9.8
9500
10
7750
10.5
7250
10.7
6750
10.9
0
11

Tabel 6.9 adalah tabel hasil pengujian baja polos berdiameter 15,47 mm dengan panjang awal 10 cm. Tabel tersebut adalah angka hasil digitasi dari grafik yang dihasilkan oleh mesin UTM. Adapun grafik hasil proses digitasi dari baja jenis ini direpresentasikan oleh Grafik 6.9 berikut ini.
Grafik 6.9 Deformasi Alat vs Beban Baja Ulir D 16

Grafik 6.9 tersebut menunjukkan hubungan antara deformasi alat dengan beban pada saat pengujian baja berdiameter 15,47 mm dengan panjang 10 cm. Grafik tersebut juga menunjukkan letak titik luluh, titik putus, daerah elastis, maupun daerah plastis dari baja tersebut.

·         Keseluruhan Baja Ulir
Title: Tegangan vs Regangan Baja Ulir
Grafik 6.10 Deformasi Alat vs Beban Baja Ulir

Grafik 6.10 menunjukkan hubungan antara deformasi alat dan beban dari masing - masing baja ulir yang diuji. Dengan jenis yang sama, baja yang memiliki diameter lebih besar akan memiliki  tegangan yang lebih besar pula dibandingkan baja yang memiliki diameter lebih kecil. Hal ini dikarenakan tegangan berbanding lurus dengan besarnya beban.


6.4.3    Properti Mekanik Benda Uji
6.4.3.1 Tegangan Leleh (
 Grafik 6.11 Deformasi Alat vs Beban Baja Polos D 10 dan Ulir D 10 Pendek

            Yang dimaksud tegangan leleh adalah titik tempat saat melampaui titik tersebut, material meregang dengan cepat. Jika dilihat dari grafik, masing-masing baja memiliki tegangan leleh yang berbeda-beda. Dua buah baja atau lebih dapat memiliki tegangan leleh yang sama jika memiliki mutu yang sama pula. Dalam hal ini, tegangan baja baik itu kekuatan luluh maupun kekuatan tarik, tidak bergantung pada ukuran diameter baja, melainkan bergantung pada mutu dari baja itu sendiri.


Dari grafik di atas juga dapat dilihat bahwa baja polos lebih daktil dibandingkan baja ulir. Sifat ini digambarkan oleh daerah plastis baja polos yang lebih panjang dibandingkan baja ulir. Hal ini dapat juga dilihat dari daerah necking baja polos yang juga lebih panjang dibandingkan baja ulir. Daerah necking yaitu daerah yang terjadi antara beban maksimum dan titik putus. Jadi, pada dasarnya baja polos lebih daktil dibandingkan baja ulir.
Berikut adalah data dan rumus dari kekuatan luluh dari uji coba baja yang dilakukan.

Tabel 6.10  Kekuatan Luluh Baja
No
Benda Uji
Beban Luluh (Kg)
Kekuatan Luluh Nominal (Kg/)
1
Polos D 8 Panjang
1450
259.2715
2
Polos D 8 Pendek
1550
299.6532
3
Polos D 10
2325
301.9147
4
Polos D 12
3800
341.6295
5
Ulir D 10 Panjang
2800
356.1839
6
Ulir D 10 Pendek
3800
480.2383
7
Ulir D 13
6500
500.4652
8
Ulir D 16
8500
443.9306

Dengan
m         : Massa beban
g          : Percepatan gravitasi (9.8 m/)
A         : Luas penampang
Contoh perhitungan (baja polos diameter 16) :



Dari data yang didapat, tegangan leleh baja ulir lebih besar dibandingkan tegangan leleh baja polos. Karena tegangan berhubungan dengan mutu dari bajanya, maka dapat disimpulkan baja ulir memiliki mutu yang lebih baik. Hal ini juga dapat dilihat saat benda uji memasuki daerah plastisnya, baja ulir dapat menahan beban yang lebih besar dibandingkan baja polos.

                        6.4.3.2 Tegangan Tarik (
Tegangan tarik adalah tegangan yang terjadi saat benda uji diberi beban berupa beban tarik yang arahnya tegak lurus terhadap bidang luasan permukaannya. Tegangan leleh dari baja yang diuji adalah berbeda-beda. Berikut adalah data dari kekuatan tarik dari uji coba baja yang dilakukan:

Tabel 6.11 Kekuatan Tarik Baja
No
Benda Uji
Beban Maksimal (Kg)
Kekuatan Tarik Nominal (Kg/)
1
Polos D 8 Panjang
2360
421.9867
2
Polos D 8 Pendek
2375
459.1461
3
Polos D 10
3625
470.7273
4
Polos D 12
6125
550.6528
5
Ulir D 10 Panjang
4000
508.8341
6
Ulir D 10 Pendek
4850
612.9357
7
Ulir D 13
8400
646.755
8
Ulir D 16
11000
574.4985


Dengan
m         : Massa beban
g          : Percepatan gravitasi (9.8 m/)
A         : Luas penampang

Contoh perhitungan (baja polos diameter 16) :


Dari data yang didapat, dapat dilihat bahwa tegangan maksimum dipengaruhi oleh luas penampang. Pada dasarnya, baja ulir memiliki kandungan karbon yang lebih tinggi dibadingkan baja polos sehingga baja ulir tidak lebih daktil dibandingkan baja polos. Hal ini juga yang memengaruhi grafik plastis pada masing-masing jenis baja. Material yang lebih daktil memiliki daerah plastis yang panjang, seperti halnya baja polos. Material yang lebih getas seperti baja ulir akan rusak dan patah langsung saat beban melewati batasnya sehingga hampir tidak memiliki pengecilan penampang. Dalam hal ini, baja ulir akan lebih kuat tarik dan lebih  baik mutunya dibandingkan baja polos karena pada baja ulir terdapat gurat – gurat ulir di bagian terluarnya, sehingga pada saat baja ulir tersebut diberi gaya tarik searah panjang baja utamanya (non-ulir), maka gaya tersebut bukan hanya akan ditahan oleh baja utamanya saja, melainkan ditahan pula oleh gurat ulirnya.

      6.4.3.3 Elongasi / Regangan Maksimum
Elongasi/regangan maksimum dihitung dengan rumus :


Dengan
    = elongasi/regangan maksimum
 L         = Panjang akhir (mm)
Lo        = Panjang awal (mm)

Tabel 6.12 Elongasi
No
Benda Uji
Panjang Awal (mm)/Lo
Panjang Akhir (mm)/L
Elongasi
(%)/
1
Polos D 8 Panjang
152
187
23.02632
2
Polos D 8 Pendek
100
125
25.00000
3
Polos D 10
100
127
27.00000
4
Polos D 12
100
128
28.00000
5
Ulir D 10 Panjang
152
177
16.44737
6
Ulir D 10 Pendek
100
118
18.00000
7
Ulir D 13
99
119
20.20202
8
Ulir D 16
100
126
26.00000

Rumus dan contoh Perpanjangan/Elongasi baja berdiameter 16 :





6.4.3.4 Modulus Elastisitas

Tabel 6.13 Tegangan dan Regangan Baja Polos D 12 Strain Gauge
Massa (Kg)
Regangan
Tegangan (MPa)
0
0
0
200
0.00000482
17.98050
400
0.00007237
35.96100
600
0.00014958
53.94150
800
0.00021812
71.92199
1000
0.00028956
89.90249
1200
0.00036101
107.88299
1400
0.00043730
125.86349
1600
0.00051264
143.84399
1800
0.00059475
161.82449
2000
0.00066432
179.80499
2200
0.00074259
197.78548
2400
0.00081121
215.76598
2600
0.00088660
233.74648
2800
0.00096878
251.72698
3000
0.00104033
269.70748
3200
0.00113027
287.68798
3400
0.00121733
305.66848
3600
0.00130730
323.64897
3800
0.00139632
341.62947
4000
0.00147568
359.60997
4200
0.00152601
377.59047
4400
0.00152214
395.57097
4600
0.00787411
413.55147



Grafik 6.12 Tegangan vs Regangan Polos D 12 Strain Gauge

Persamaan yang diperoleh yaitu y = 238409 x + 18.159. Kemiringan yang diperoleh tersebut merupakan besarnya angka elastisitas dari baja. Jadi modulus elastisitas bajanya adalah 238409 MPa. Sedangkan diketahui bahwa modulus elastisitas baja adalah 2.1011 Pa, sehingga pengujian dengan mesin strain gauge ini mendekati data yang ada pada referensi.

Data yang dihasilkan oleh mesin Strain Gauge berbeda dengan data yang dihasilkan oleh mesin UTM. Dapat dilihat bahwa data yang dihasilkan oleh mesin Strain Gauge lebih akurat dan lebih banyak dibandingkan data oleh mesin UTM. Maka untuk menghitung modulus elastisitas yang paling akurat dari suatu baja, digunakan mesin strain gauge.






BAB VII
KESIMPULAN

Berdasar hasil percobaan dan pengamatan didapat parameter pembentuk material beton dengan hasil berikut. Berat volume agregat kasar lebih kecil dibanding berat volume agregat halus. Dari analisis saringan agregat, hasil gradasi agregat halus saringan data 1 dalam rentang yang lebih baik dibanding data 2. Hal tersebut berarti data 1 lebih baik digunakan untuk perhitungan penentuan Trial Mix. Setelah dilakukan percobaan untuk kandungan bahan organik, kandungan bahan organik dalam agregat halus tidak melebihi batas toleransi karena warna cairan leih muda dari warna No.3 pada Organic Plate. Agregat halus dikategorikan sebagai material yang baik untuk pembentuk beton. Begitu pun dengan hasil yang ditunjukan oleh hasil percobaan untuk kadar lumpur. Kadar lumpur ini tidak melebihi ketentuan kadar lumpur maksimum. Sehingga agregat dapat digunakan pula untuk material pembentuk beton. Kadar air rata-rata agregat kasar > kadar air rata-rata agregat halus. Sedangkan untuk hasil percobaan analisis Spesific Gravity dan Penyerapan Agregat Halus serta kasar didapatkan data berikut. Nilai Bulk Spesific Gravity (Kering) sebesar 2,5515; nilai Bulk Spesific Gravity (SSD) sebesar 2,57732; nilai  Apparent Spesific Gravity sebesar 2,6191. Sehingga, nilai Bulk Spesific Gravity (Kering) < Bulk Spesific Gravity (SSD) < Apparent Spesific Gravity. Nilai Absorbsi Air pada sampel agregat halus sebesar 1,0101 %. Untuk Agregat kasar diperoleh nilai Bulk Spesific Gravity (Kering) sebesar 2,8255 ; nilai Bulk Spesific Gravity (SSD) sebesar 2,6595; nilai  Apparent Spesific Gravity sebesar  2,718. Sehingga, nilai Bulk Spesific Gravity (Kering) < Bulk Spesific Gravity (SSD) < Apparent Spesific Gravity. Nilai Absorbsi Air pada sampel agregat kasar sebesar 2,216 %.Hasil dari percobaan penentuan parameter material pembentuk beton yang telah sesuai ketentuan tersebut digunakan untuk bahan campuran beton dengan dilakukan perhitungan Trial Mix.
Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan kebutuhan campuran material pembentuk beton yaitu massa semen sebesar 327.868 kg, massa air sebesar 154.475 kg, agregat kasar dalam kondisi lapangan sebesar 721.549 kg, dan massa agregat halus dalam kondisi lapangan sebesar 1133.26 kg
Untuk uji kuat tekan beton didapat hasil bahwa dari pengujian 6 buah beton uji, didapat nilai kuat tekan beton masing-masing sebesar 9,16 Mpa, 9,44 Mpa, 10,03 Mpa dan 11,11 MPa. Hasil uji kuat tekan beton yang diprediksi untuk usia 28 hari yaitu pengujian pada hari ke-7 adalah 14,10 Mpa dan 14,53 MPa, sedangkan untuk pengujian pada hari ke-14 adalah 11,40 MPa dan 12,62 MPa. Dari proses pengecoran, didapat sampel beton dengan struktur cukup baik dan sampel beton dengan struktur berongga. Maka untuk tiap periode uji, digunakan dua sampel beton untuk diuji kuat tekannya.Dari nilai hasil uji tekan beton yang telah didapat, dapat dilihat bahwa nilai kuat tekan beton uji tidak mencapai nilai kuat tekan rencana. mencapai nilai kuat tekan rencana. Terdapat dua faktor yang menyebabkan nilai kuat tekan beton uji tidak mencapai nilai kuat tekan rencana. Faktor pertama adalah terbentuknya struktur beton yang berongga. Hal ini dapat menyebabkan nilai kuat tekan beton tersebut berkurang karena kepadatan beton tersebut berkurang akibat adanya rongga, dan perambatan gaya tidak terjadi secara merata karena adanya rongga-rongga kosong yang tidak mampu menahan beban. Faktor kedua, terjadinya fenomena segregasi saat pemindahan adonan dari mixer menuju wadah penampung adonan. Dapat dilihat pada wadah, adonan yang tersisa hanya terdiri dari kerikil yang bercampur dengan mortar. Hal ini dapat menyebabkan beton keras menjadi keropos.
Hasil pengujian uji tarik baja. Didapatkan hasil untuk nilai properti mekanik baja, seperti tegangan leleh, tegangan maksimum, dan Modulus Elastisitas baja uji. Tegangan leleh baja ulir lebih besar dibandingkan tegangan leleh baja polos. Karena tegangan berhubungan dengan mutu dari bajanya, maka dapat disimpulkan baja ulir memiliki mutu yang lebih baik. Hal ini juga dapat dilihat saat benda uji memasuki daerah plastisnya, baja ulir dapat menahan beban yang lebih besar dibandingkan baja polos. Tegangan maksimum dipengaruhi oleh luas penampang. Pada dasarnya, baja ulir memiliki kandungan karbon yang lebih tinggi dibadingkan baja polos sehingga baja ulir tidak lebih daktil dibandingkan baja polos. Hal ini juga yang memengaruhi grafik plastis pada masing-masing jenis baja. Material yang lebih daktil memiliki daerah plastis yang panjang, seperti halnya baja polos. Material yang lebih getas seperti baja ulir akan rusak dan patah langsung saat beban melewati batasnya sehingga hampir tidak memiliki pengecilan penampang. Dalam hal ini, baja ulir akan lebih kuat tarik dan lebih  baik mutunya dibandingkan baja polos karena pada baja ulir terdapat gurat – gurat ulir di bagian terluarnya, sehingga pada saat baja ulir tersebut diberi gaya tarik searah panjang baja utamanya (non-ulir), maka gaya tersebut bukan hanya akan ditahan oleh baja utamanya saja, melainkan ditahan pula oleh gurat ulirnya. Untuk Modulus Elastisitas , persamaan yang diperoleh yaitu y = 238409 x + 18.159. Kemiringan yang diperoleh tersebut merupakan besarnya angka elastisitas dari baja. Jadi modulus elastisitas bajanya adalah 238409 MPa. Data yang dihasilkan oleh mesin Strain Gauge berbeda dengan data yang dihasilkan oleh mesin UTM. Dapat dilihat bahwa data yang dihasilkan oleh mesin Strain Gauge lebih akurat dan lebih banyak dibandingkan data oleh mesin UTM. Maka untuk menghitung modulus elastisitas yang paling akurat dari suatu baja, digunakan mesin Strain Gauge.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar